A.
Hakikat Membaca
Membaca
merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif.
Karena dengan membaca seseorang akan dapat memperoleh informasi, ilmu
pengetahuan, dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui
bacaan akan memungkinkan orang tersebut mampu memperluas daya pikirnya,
mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Dengan demikian kegiatan
membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju
dan meningkatkan diri. Membaca merupakan salah satu kunci utama untuk memasuki gudang
ilmu, berperan sebagai landasan yang mantap serta kegiatan yang menyajikan
sumber-sumber bahan yang tak pernah kering bagi berbagai aktifitas ekpresif dan
produktif dalam kehidupan sehari-hari. (Amir, 1996:26).
Pembelajaran
membaca memang mempunyai peranan penting sebab melalui pembelajaran membaca,
guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kualitas
anak didik. (Akhadiah, 1992:29). Membaca bukanlah sekedar menyuarakan lambang-lambang
tertulis tanpa mempersoalkan rangkaian kata-kata atau kalimat yang dilafalkan
tersebut dipahami atau tidak, melainkan lebih dari itu. Tingkatan membaca
seperti itu tergolong jenis membaca permulaan. Pembelajaran membaca di kelas I
dan kelas II merupakan pembelajaran membaca permulaan (tahap awal). Kemampuan
membaca yang diperoleh siswa kelas I dan kelas II akan menjadi dasar
pembelajaran membaca lanjut. Oleh sebab itu pembaca permulaan benar-benar
memerlukan perhatian guru supaya dapat memberikan dasar yang kuat, sehingga pada
tahap membaca lanjut siswa sudah memiliki kemampuan membaca yang memadai. Di
sekolah dasar membaca dan menulis merupakan faktor utama yang perlu dilatih
dari dini. Dengan membaca dan menulis kita bisa mengikuti perkembangan
pembelajaran di segala bidang. Tidak hanya dalam pembelajaran bahasa saja.
B.
Pengertian
Membaca
Membaca
merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama beberapa keterampilan,
yakni mengamati, memahami dan memikirkan. (Yasin Burhan, 1971:90). Membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. (H.G. Taringan, 1985:7).
Semua
pengertian di atas benar, hanya masalahnya dari sudut manakah kita memandang
dan dalam konteks apa. Membaca yang hanya terbatas pada pembunyian lambang
tertulis dan pelafalan kata tanpa harus memahami naskah dinamakan membaca
permulaan. Membaca yang sudah berusaha untuk memahami bacaan dinamakan membaca
lanjut. Jadi muara akhir kegiatan membaca adalah memahami ide atau gagasan yang
terkuat, tersirat bahkan tersorot dalam bacaan. Dengan demikian pemahamanlah
yang menjadi produk membaca yang bisa diukur. Selain fakta penangkapan dan
pemahaman, membaca juga mementingkan ketepatan dan kecepatan. Idealnya, kita
bisa membaca dalam waktu yang singkat untuk bahan relatif banyak, dengan
tingkat pemahaman yang tinggi dan selaras dengan maksud penulis. Aktifitas
membaca membutuhkan pula kompetensi / kemampuan bahasa, kecerdasan tertentu dan
referen kehidupan yang luas. Faktor-faktor yang mendasar tadi, tidak bersifat
statis melainkan menulis harus semakin bertambah karena kegiatan membaca,
disamping lantaran aktifitas yang lain. Pada saat kita aktif membaca, referen
kehidupan, intelektualitas dan khazanah kata, kita pun meningkat artinya
semakin aktif kita membaca maka akan semakin tinggi pengetahuan yang kita
dapatkan.
C.
Hambatan-hambatan
dalam Membaca
Membaca
memiliki hambatan-hambatannya seperti dikemukakan Johnson dan Pearson bahwa
yang mempengaruhi komperhensi membaca dapat berasa dari dua macam, yaitu dari dalam
pembaca dan dari luar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam meliputi
kemampuan linguistik (kebahasaan), minat, dan motivasi. Sedangkan faktor-faktor
yang berasal dari yaitu; meliputi kesulitan teks, organisasi teks, susunan
tulisan, dan suasana lingkungan,
Berdasarkan riset para pakar membaca
dalam kaitannya dengan kegiatan belajar membaca, dikemukakan oleh Harras dan
Sulistiyaningsih (1997/1998;1.18-1.19). Kemamuan membaca ditentukan oleh faktor
kuantitas membacanya. Maksudnya, kemampuan membaca dipengaruhi oleh jumlah
waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas membaca.
Menurut Ebel (1972: 35) berpendapat
bahwa yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemempuan membaca bacaan yang dapat
dicapai siswa dipengaruhi faktor-faktor berikut: (1) kondisi siswa yang bersangkutan,
(2) kondisi keluarganya, (3) kebudayaannya,(4) situasi sekolah. Sedangkan
Alexander (1983;146) berpendapat bahwa fakor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kemampuan membaca meliputi: program pembelajaran membaca,
kepribadian siswa, motivasi, kebiasaan siswa, dan lingkungan sosial ekonomi
mereka.
D.
Jenis-jenis
Membaca
Berdasarkan cara
membaca, membaca dibedakan menjadi:
1.
Membaca Bersuara
(membaca nyaring).
Yaitu
membaca yang dilakukan dengan bersuara, biasanya dilakukan oleh kelas tinggi. Sebenarnya
apabila kita berpegang pada batasan-batasan tentang membaca, semua perbuatan
membaca tentu saja kedengaran orang lain. Perbedaannya terletak pada persoalan
berapa jauh suara bacaan dapat didengar orang lain. Pelaksanaan membaca keras
bagi siswa Sekolah Dasar dilakukan seperti berikut:
Membaca Klasikal
Yaitu membaca yang dilakukan secara
bersama-sama dalam satu kelas. Membaca klasikal biasa dilaksanakan di kelas I.
Dengan tujuan supaya anak yang belum lancar membaca bisa menirukannya lebih
dahulu.
Membaca Berkelompok
Yaitu membaca yang dilakukan oleh
sekelompok siswa dalam satu kelas. Biasanya dilakukan secara berderet. Satu
deret dijadikan satu kelompok. Dengan membaca kelompok guru dapat memperhatikan
lebih serius (khusus) anak-anak yang sudah lancar membaca ataupun yang belum
lancar membaca. Bagi anak-anak yang belum lancar membaca biasanya cenderung
diam.
Membaca Perorangan
Yaitu membaca yang dilakukan secara
individu. Membaca perorangan diperlukan keberanian siswa dan mudah dikontrol
oleh guru. Biasa dilaksanakan untuk mengadakan penilaian.
2.
Membaca dalam
Hati
Membaca
dalam hati yaitu membaca dengan tidak mengeluarkan kata-kata atau suara. Dengan
membaca dalam hati siswa dapat lebih berkonsentrasi, sehingga lebih dapat
memahami isi yang terkandung dalam sebuah bacaan. Membaca dalam hati sebenarnya
membaca bagi orang dewasa atau orang tua. Tidak semua siawa SD dapat membaca
dalam hati. Membaca dalam hati siswa SD tetap dilakukan dengan membaca bersuara
atau membaca secara berbisik-bisik. Tidak dapat dilaksanakan secara sempurna.
Khusus kelas I dan kelas II tidak ada pembelajaran membaca dalam hati. Kelas
III-IV dapat dilatih membaca dengan suara bisik-bisik. Sedang kelas V-VI dapat
membaca dalam hati secara lebih baik.
3.
Membaca teknik
Membaca
teknik hampir sama dengan membaca keras. Pembelajaran membaca teknik meliputi
pembelajaran membaca dan pembelajaran membacakan. Membaca teknik lebih formal,
mementingkan kebenaran pembaca serta ketepatan intonasi dan jeda. Dengan
mengacu pada pelafalan yang standar, kegiatan membaca teknikser langsung
memasuki kegiatan pembaca berita, pengumuman, ceramah, berpidato, dsb. ( Amin ;
1996 : 28 ). Latihan-latihan yang diperlukan diantaranya :
Latihan membaca di tempat duduk.
Latihan membaca di depan kelas.
Latihan membaca di mimbar.
Latihan membacakan. ( Depdiknas ; 2002
: 44 )
Untuk itu
jenis-jenis membaca yang perlu dikembangkan di dunia pendidikan berdasarkan
tekniknya adalah :
Membaca intensif
Membaca intensif menitik beratkan pada
persoalan pemahaman yang mendalam, pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok
sampai ide penjelas. Pada umumnya menggunakan objek kajian karya-karya ilmiah
seperti buku pelajaran perkuliahan, hanya analisis, dsb. ( Amin ; 1996 : 27 ).
Membaca kritis
Membaca krirtis merupakan tahapan lebih
jauh dari pada membaca intensif. Hal ini karena ide-ide buku yang telah
dipahami secara baik dan detail, perlu respons (ditanggapi/dikomentari), bahkan
dianalisis. Membaca kritis mensyaratkan pembacanya bersikap cermat, teliti,
korektif, bisa menemukan kesalahan dan kejanggalan dalam teks, baik dilihat
dari sudut isi maupun bahasanya, serta mampu pula membetulkan
kesalahan-kesalahan itu. Membaca kritis sangat dibutuhkan sebagian landasan dan
untuk kepentingan penulisan resensi buku, kritik sastra, analisis bacaan ilmiah
dan sastra serta pembuatan mamakalah banding. Objek kajian membaca kritis tidak
terbatas pada karya-karya ilmiah saja, buku-buku sastrapun dapat digunakannya.
Pembaca kritis diminta menegakkan sikap objektif dan sportivitas serta cukup
punya keterbukaan dan kedinamisan. ( Amin ; 1996 : 27 ).
Membaca cepat
Membaca cepat penting kita kuasai
berkenaan dengan perolehan informasi-informasi keseharian. Membaca cepat
dilaksanakan secara zig-zag atau vertical, punya prinsip melaju keras. Membaca
cepat hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-hal yang penting saja,
ditempuh dengan jalan melompat kata-kata dan ide penjelas.
Membaca apresiatif dan membaca estetis
Dua kegiatan membaca ini agak bersifat
khusus karena berhubungan dengan nilai-nilai efektif dan faktor intensis/perasaan.
Objek kajiannya terutama hanya sastra serta bacaan-bacaan lain yang ditulis dengan
bahasa yang indah. Tujuannya adalah pembinaan sikap apresiatif, suatu
penghayatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kaindahan dan nilai-nilai
kejiwaan (spiritual). Merekapun demikian, faktor pemahaman makna teks juga
tidak boleh diabaikan sebab hakikat membaca memanglah memahami maksud yang
terkandung dalam naskah.
E.
Tujuan Membaca
Menurut
kurikulum 1994 tujuan membaca yaitu :
1.
Mampu memahami
gagasan yang didengar secara langsung atau tidak langsung.
2.
Mampu membaca
teks bacaan dan menyimpulkan isinya dengan kata-kata sendiri.
3.
Mampu membaca
teks bacaan secara cepat dan mampu mencatat gagasan-gagasan utama ( Depdiknas ;
1994 : 18 ).
Jadi tujuan
akhir membaca intinya adalah memahami ide, kemampuan menangkap makna dalam
bacaan secara utuh, baik dalam bentuk teks bebas, narasi, prosa ataupun puisi
yang disimpulkan dalam suatu karya tulis ataupun tidak tertulis.
F.
Fungsi Membaca
Kegiata membaca
yang merupakan jantungnya pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut:
1.
Fungsi
Intelektual
Dengan banyak
membaca kita dapat meningkatkan kadar intelektualitas, membina daya nalar kita.
Contoh : membaca buku-buku pelajaran, karya-karya ilmiah, laporan penelitian,
skripsi, tesis, disertasi, dll. (Amir, 1996:4)
2.
Fungsi Pemacu
Kreatifitas
Hasil membaca
kita dapat mendorong, menggerakkan diri kita untuk berkarya, didukung oleh
keluasan wawasan dan pemilihan kosa kata. Contoh : buku ilmiah, bacaan sastra,
dll.
3.
Fungsi Praktis
Kegiatan membaca
dilaksanakan untuk memperoleh pengetahuan praktis dalam kehidupan, misal:
teknik memotret, teknik memelihara ikan lele, resep membuat minuman dan
makanan, cara merawat tanaman, dll.
4.
Fungsi Religius
Membaca dapat
digunakan untuk membina dan meningkatkan keimanan, memperluas budi, dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
5.
Fungsi
Informatif
Dengan banyak
membaca bacaan, informasi lebih cepat kita dapatkan. Contoh: dengan membaca
majalah dan Koran dapat kita peroleh berbagai informasi yang sangat penting
atau kita perlukan dalam kehidupan sehari-hari.
6.
Fungsi Rekreatif
Membaca
digunakan sebagai upaya menghibur hati, mengadakan tamasya yang mengasyikkan.
Contoh: bacaan-bacaan ringan, novel-novel, cerita humor, fariabel karya sastra,
dll.
7.
Fungsi Sosial
Kegiatan membaca
mempunyai fungsi social yang tinggi manakala dilaksanakan secara lisan atau
nyaring. Dengan demikian kegiatan membaca tersebut langsung dapat dimanfaatkan
oleh orang lain mengarahkan sikap berucap, berbuat dan berpikir. Contoh:
pembacaan berita, karya sastra, pengumuman, dll.
8.
Fungsi Pembunuh Sepi
Kegiatan membaca
dapat juga dilakukan untuk sekedar merintang-rintang waktu, mengisi waktu
luang. Contoh: membaca majalah, surat kabar, dll. (Amir, 1996:5)
G.
Manfaat Membaca
Selain fungsi
tersebut diatas, kegiatan membaca mendatangkan berbagai manfaat, antara lain:
1.
Memperoleh
banyak pengalaman hidup.
2.
Memperoleh
pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi
kehidupan.
3.
Mengetahui
berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.
4.
Dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia.
5.
Dapat mengayakan
batin, memperluas cakrawala pandang dan piker, meningkatkan taraf hidup, dan
budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa.
6.
Dapat memecahkan
berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan seseorang menjadi cerdik dan
pandai.
7.
Dapat memperkaya
perbedaan kata, ungkapan, istilah, dll yang sangat menunjang keterampilan
menyimak, berbicara dan menulis.
8.
Mempertinggi
potensialitas setiap pribadi dan mempermantap desistensi, dll. (Amir, 1996: 6)
Demikian
besar manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan membaca. Emerson, seorang
filosof kenamaan yang mengharapkan setiap orang (termasuk pelajar) dapat
membiasakan diri sebagai pembaca yang baik. Dengan kebiasaan itu seseorang
dapat menimba berbagai pengalaman dan pengetahuan, moral, peradaban,
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat sampai pada tingkat
perkembangannya yang sekarang ini merupakan akibat langsung dari pembacaan
buku-buku besar. engan demikian semakin aktif seseorang membaca maka akan
semakin tinggi pengetahuan yang didapatkan, tidak terpenjara dalam dunianya.
H.
Pendekatan Mengajar
Syafi'ie (1993)
menjelaskan bahwa istilah pendekatan dalam pengajar bahasa mengacu kepada
teori-teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa berfungsi
sebagai landasan dan prinsip pengajaran bahasa. Setiap pendekatan dalam
pengajaran bahasa mempunyai karakteristik tertentu seperti dijelaskan berikut
ini.
1. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif mengarhkan pengajaran
bahasa pada tujuan pengajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi
(Syafi'ie, 1993). Lebih lanjut Syafi'ie(1993) menjelaskan bahwa
karakteristik pendekatan komunikatif adalah (1) kompetensi komunikatif lebih
bersifat dinamis daripada statis,(2) kompentensi komunikasi bersifat
kontekstual, (3) kompetensi komunikasi bersifat relatif,bergantung pada
aspek-aspek lain yang terkait, baik yang bersifat internal maupun eksternal,dan (4)
kompetensi komunikasi berkaitan dengan dikotomi kompetensi kebahasan dan
kompetensi performasi.
Kompenen komunikasi itu meliputi unsur pelaku
komunikasi, cara berkomunikasi, waktu komunikasi, tempat komunikasi, dan
lain-lain (Djiwandono, 1996).
2. Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
Syafi'ie (1993) mengartikan
pendektan CBSA sebagi kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa. Artinya,
siswa secara aktif terlibat dalam proses pengajaran. Mulai dari penyusunan
perencanaan pengajaran penyajian pelajaran, sampai dengan penilaian.
Penggunaan pendekatan CBSA dalam pengelolaan kegiatan
belajar mengajar membaca bisa dilihat pada contoh berikut. Seorang ingin
mengetahui isi keseluruhan sebuah buku secara cepat dan menyeluruh, sementara
waktu yang tersedia sangat terbatas. Disamping mampu lebih cepat menangkap pesan
yang terdapat secara keseluruhan dari buku tersebut, siswa yang aktif belajar
juga harus menguasai cara-cara membaca yang semakin lama semakin efektif.
Pembaca yang baik menguasai teknik-teknik membaca yang sesuai dengan kegiatan
membaca yang diinginkan.
3. Pendekatan Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran bahasa harus dilakukan
secara utuh. Misalnya, antara keterampilan menyimak dengan berbicara tidak
mungkin dipisahkan dalam suatu kegiatan belajar mengajar, begitu juga dengan
secara terpadu bisa berupa perpaduan antar kegiatan membaca, menulis,
berbicara, dan menyimak.
Sehubungan dengan pendapat Tchudi (1994), Pappas,dkk.
(1990) mengemukakan bahwa pada kelas bahasa yang terintegrasi, kegiatan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis diajarkan secara integrasi.
Sebenarnya, anak-anak yang menggunakan bahasa autentik dikelas berarti mereka
menggunakan bahasa secara terpadu.
Integrasi dimaksudkan mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan sehingga siswa bisa melihat koneksi yang alami di antara
berbagai bentuk bahasa ketika mereka belajar untuk mencapai suatu tujuan.
Selama periode waktu tertentu siswa mungkin melakukan berbagai kegiatan
berbahasa misalny menanggapi cerita secara kreatif, menyiapkan majalah dinding, atau mengumpulkan tugas
ringakasan cerita dan tugas menulis menjadi menjadi satu buku.
4.
Pendekatan Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif merupakan suatu metode yang
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerjasama dan
saling membantu dalam menyelesaikan tugas. Pendekatan kooperatif yang lebih
cocok dengan pembelajaran membaca ialah metode Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC). Menurut Slavin (1995), tujuan utama CIRC khususnya
dalam menggunakan tim kooperatif ialah membantu siswa belajar membaca pemahaman
yang luas untuk kelas-kelas tinggi SD.
I.
Strategi
Pemahaman Bacaan
1.
Strategi
Bawah-Atas
Dalam strategi bawah-atas pembaca memulai proses pemahaman
teks dari tataran kebahsaan yang paling rendah menuju ke yang paling tinggi.
Strategi pemahaman Bawah-atas umumnya digubakan dalam pembelajaran membaca
awal. Strategi ini juga digunakan pembaca apabila teks yang dihadapi agak
sulit. Seorang pembaca yang sulit memahami isi teks, misalnya karena banyak
mengandung kata sulit, pembaca dapat menggabungkan kata-kata itu menjadi frasa,
selanjutnya pemahaman atas frasa itu digunakan untuk memahami kalimat, dan isi
keesluruhan teks.
2.
Strategi
Atas-Bawah
Strategi membaca atas-bawah merupakan kebalikan dari
strategi bawah-atas. Pada strategi atas-bawah, pembaca memulai proses pemahaman
teks dari tataran yang lebih tinggi. Dalam hal ini, pembaca mulai dengan pediksi,
kemudian mencari input untuk mendapatkan informasi yang cocok dalam teks (Long
& Richards,1987).
3.
Metode
strategi Campuran
Klein,dkk (1991:15) mengemukakan bahwa guru yang baik tidak
perlu memakai satu teori saja. Mereka bisa mengambil dan memilih yang terbaik
dari semua strategi yang ada, termasuk pandangan-pandangan teoritis dan model
pengajaran membaca.
4.
Metode
Strategi Interaktif
Menurut teori skema, suatu teks hanya menyediakan arahan
bagi pemaca dan pembaca seharusnya menemukan dan membangun sendiri makna teks
berdasarkan pengetahuan awal mereka. Pengetahuan yang telah dimiliki pembaca
atau yang mereka terima sebelumnya disebut latar belakan pengetahuan pembaca,
dan struktur pengetahuan awal tersebut disebut skemata (Rubin,1993; Gillet&
Temple, 1994; Burns dkk.,1996). Menurut teori skema, memahami sesuatu teks
merupakan suatu proses interaktif antara latar belakang pengetahuan pembaca
dengan teks. Pemahaman yang efisien mempersyaratkan kemampuan pembaca
menhubungkan materi teks dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Pemahaman
suatu teks tidak hanya semata-mata memahami makna kata-kata dan kalimat dalam
suatu teks saja, tetapi juga pemanfaatan pengetahuan pembaca yang berhubungan
dengan teks yang dibacanya.
5.
Strategi
KWL (Know-Want to Know-Learned)
Strategi KWL memberikan kepada siswa tujuan membaca dan
memberikab suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Strategi
ini membantu mereka memikirkan informasi baru yang diterimanya.
Langkah pertama, apa yang saya
ketahui (K), merupakan kegiatan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya tentang topik. Pada tahap kedua, What I want to Learn (W), guru
menuntun siswa menyusun tuuan khusus membaca. Dari minat, rasa ingin tahu, dan
ketidakjelasan, yang ditimbulakan selama langkah pertama, guru memformulasikan
kembali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Langkah ketiga , What I have
Learned(L) terjadi setelah membaca. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut untuk
pengetahuan yang telah dipunyai siswa sebelumnya untuk membangun pemahaman.
6.
Strategi
DRTA
DRTA (Direct Reading Thingking
Activity) mengemukan
bahwa istilah DRTA merupakan satu kritikan terhadap penggunaan strategi DRA.
Strategi DRTA diarahkan untuk mencapai tujuan umum Guru mengamati anak-anak
ketika mereka membaca, dalam rangka mendiagnosis kesulitan dan menawarkan
bantuan ketika siswa sulit berinteraksi dengan bahan bacaan. menentukkan, memperluas, dan
menemukan seperangkat tujuan membaca.
7.
Strategi DRA
Strategi DRA( Directed Reading Activity) dimaksudkan agar siswa
mempunyai tujuan membaca yang jelas dengan menghubungakan berbagai pengetahuan
yang telah dipunyai siswa sebelumnya untuk membangun pemahaman.
Strategi
DRA didefinisikan sebagai kerangka berpikr untuk merencanakan pembelajarn
membaca suatu meta pelajaran yang menekankan membaca sebagai media pengajaran
da kemahiraksaraan sebagai alat belajar (Eanes 1997).
J.
Meningkatkan
Keterampilan Membaca
Guru merupakan
pihak yang paling penting dalam dunia pendidikan. Karena guru merupakan pihak
yang berhubungan langsung dengan siswa. Begitu pula dalam kaitannya dengan
keterampilan membaca siswa. Guru harus mampu membimbing dan mengembangkan
keterampilan membaca siswa. Karena membaca merupakan satu keterampilan yang
komplek dan membutuhkan ketekunan untuk menguasainya.
Sikap dan minat
merupakan unsur kunci motivasi. Guru perlu memikirkan cara-cara yang lebih
efektif dan efisien untuk membantu siswa memahami dan menghargai cara belajar
secara individu, potensi belajar, dan kemampuan menguasai keterampilan membaca.
Wardani (1999) mengemukakan bahwa asa beberapa indikator yang mengacu kepada
kepada kemampuan guru untuk mengelola berbagai kegiatan yang mampu menumbuhkan
kegemaran membaca. Indikator itu adalah sebagai berikut.
a.
Guru
menganjurkan siswa untuk membaca buku.
b.
Guru
menceritakan satu kejadian yang dibaca dari berbagai sumber sebagai titik tolak
pembelajaran.
c.
Guru meminta
siswa menceritakan peristiwa yang pernah mereka baca.
d.
Memberi siswa
tugas membaca secara berkesinambungan.
K.
Pelaksanaan Pembelajaran Membaca
A.
Kegiatan Prabaca
Adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum
siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan perhatian
pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan.
Pengaktifan skemata siswa bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca,
dan drama kreatif.
Gruber (1993)
mengemukakan beberapa teknik untuk mengaktifkan skemata siswa:
1.
Guru membaca judul bacaan dengan nyaring,
kemudian memperkenalkan para pelaku dengan menceritakan nama-nama mereka dan
beberapa pernyataan yang menceritakan tentang para pelaku, tokoh, dan akhirnya
guru menyuruh siswa memprediksi kelanjutan cerita.
2.
Membaca nyaring beberapa halaman dari sebuah
buku, kemudian suruh siswa memprediksi isi cerita.
3.
Menggunakan berbagai stimulus untuk
mempertahankan perhatian siswa pada pelajaran seperti menggunakan media suara
yang bervariasi, gerakan tangan, ekspresi wajah, dan sebagainya.
B.
Kegiatan Saat Baca
Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam
kegiatan saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Hasil penelitian Garner
dan Krauss (1981-1982) yang dikutip oleh Crawley dan Mountain (1995) menemukan
bahwa terdapat perbedaan pandangan terhadap membaca antara pembaca yang baik
dengan pembaca yang lemah. Pembaca yang baik memandang membaca sebagai suatu
proses mengembangkan pemahaman. Sebagai pembaca yang efektif, mereka memandang
membaca sebagai suatu kegiatan untuk mendapatkan gagasan, menggambarkan sesuatu
dalam pikiran mereka, memahami sesuatu yang sedang dibaca, dan memahami
bahan-bahan bacaan yang penting. Sebaliknya, pembaca yang lemah memandang
membaca sebagai kerja keras untuk memahami makna semua kata, mempelajari
kata-kata baru, dan menemukan kata-kata tersebut dengan baik. Dengan kata lain,
pembaca yang baik memandang membaca sebagai proses memahami, namun pembaca yang
lemah memandang membaca sebagai kegiatan yang mekanis.
Rubin (1993) menjelaskan bahwa secara literal
(harfiah), metakognisi ialah kegiatan berpikir kritis, yang merujuk pada
pengetahuan siswa tentang proses kognitif mereka sendiri. Apabila diaplikasikan
pada membaca, pembaca merupakan pembelajar yang aktif dan konsumen informasi.
Palinscar dan Brown (dalam Burns dkk, 1996)
mengemukakan bahwa pengajaran resiprokal merupakan alat untuk meningkatkan
pemahaman dan memonitor pemahaman siswa. Dalam teknik ini, guru dan siswa
bergiliran menjadi “guru” untuk mendorong terjadinya diskusi tentang materi
bacaan. Hal ini dimaksudkan agar:
1.
Siswa dapat memprediksi jawaban pertanyaan
sesuai dengan tujuan membaca dan mengetes ketepatan prediksi mereka.
2.
Siswa menyusun pertanyaan untuk mengetes
informasi yang diperolehnya dan bekerja secara kelompok.
3.
Siswa membuat ringkasan bacaan secara
kelompok.
4.
Siswa mengklarifikasi informasi yang diperoleh
dan menemukan alasan mengapa materi itu sukar dipahami.
Terkait pendapat
Palinscar dan Brown, Gruber (1993) menyarankan beberapa kegiatan berikut.
1.
Menyimak dan mengurutkan kembali cerita yang
dibacakan guru.
2.
Menyimak kemudian menuliskan kembali isi
cerita.
3.
Memahami karya sastra.
4.
Mengapresiasi, menyenangi karya sastra, dan
memahami dialog yang terdapat di dalamnya.
C.
Kegiatan Pascabaca
Kegiatan ini digunakan untuk membantu siswa memadukan
informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimiliki sehingga
diperoleh tingkat pemahaman yang tinggi. Strategi yang dapat digunakan adalah
belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran, memberikan pertanyaan,
menceritakan kembali, dan presentasi visual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar